Aisah Indati: Terus Aktif Mencari, Membagikan, dan Menerapkan Ilmu Meski Usia Tak Lagi Muda

 Sumber: dok. Acadstaff UGM

Aisah Indati merupakan dosen yang dikenal oleh mahasiswa maupun rekan kerjanya sebagai sosok yang menyenangkan. Ia membagikan kisah perjalanannya dalam menyelesaikan pendidikan di usia yang tidak muda lagi. Berbagai pengalaman berharga, kendala, hingga cara mengatasi beragam kendala tersebut disampaikan oleh Beliau  untuk memotivasi kita semua.

Menyelesaikan pendidikan hingga jenjang tertinggi merupakan cita-cita dari sebagian besar orang, salah satunya adalah Aisah Indati. Dosen sekaligus alumni fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini telah menamatkan pendidikan doktoralnya pada Juli 2019 pada usia 64 tahun. Perjalanan studi doktoral dari salah satu anggota pertama dari Palapsi ini tidaklah mudah. Beragam hal yang terjadi dalam hidupnya sempat menyurutkan alumni yang sejak sarjana sangat aktif dalam beragam kegiatan akademik maupun non akademik. Kehidupan perkuliahan yang sangat aktif ketika menempuh pendidikan sarjana mulai berubah saat ia memasuki jenjang magister yang mengharuskannya berfokus pada pendidikan juga keluarga.

Menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister di Fakultas Psikologi UGM membuat alumni yang biasa disapa Bu Indati ini tertarik untuk mengabdi sebagai dosen di tempat yang sama. Meskipun ia sejak sarjana banyak terlibat dalam biadng sosial, ketika ia menjadi dosen ia diamanati untuk berkonsentrasi di bidang perkembangan. Walau demikian, niatan beliau untuk mengabdi sebagai staff pengajar di fakultasnya tercinta tidak surut, justru semakin terpupuk dan tumbuh kuat. Berawal dari hal tersebut, beliau semakin lama semakin mencintai bidang perkembangan. Ia berpendapat bahwa dengan mendalami bidang yang sangat mendasar dalam hidup manusia ini, ia mendapat banyak manfaat yang tidak secara langsung dirasakannya. bukan hanya itu, ia semakin mencintai bidang ini hingga saat ini karena bidang perkembangan akan terus berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

Tahun telah bergulir, beragam hal terjadi dalam perjalanannya menjadi seorang praktisi, dosen, peneliti, hingga sosok ibu bagi keluarganya. Alumni yang masih turut serta dalam beberapa kegiatan Palapsi ini memiliki prinsip bahwa apabila kita menanggung beban terlalu berat, maka “letakkan” saja, tetapi kita harus tetap berjalan, jangan berhenti. Prinsip ini bermakna yang bermakna bahwa ia akan memasrahkan kepada Tuhan mengenai beban yang sudah tidak dapat ditanggung, tetapi ia tetap berjalan meskipun beban itu telah dipasrahkan. Prinsip ini merupakan salah satu prinsip hidup yang telah ia terapkan dalam menghadapi berbagai peristiwa hidupnya seperti pada saat menyelesaikan pendidikan doktoral yang sempat terhenti karena ia menjalani pengobatan kanker payudara dengan menjalani kemoterapi dan radioterapi serta operasi vitrektomi untuk menyelamatkan penglihatannya yang sempat mengalami ablasi retina. Berkat prinsip hidup ini ia dapat lebih berdamai dengan kondisinya, terutama dalam proses menyelesaikan pendidikan yang sempat terhalang oleh beberapa rintangan. Selain dengan prinsip hidup tersebut, ia memiliki support system dari keluarga dan teman-teman yang mendukung dan terus memotivasinya sehingga memberikan lecutan semangat untuk terus bergerak dalam setiap aktivitasnya.

Sebagai sosok yang aktif dalam berkegiatan, membuatnya mau tidak mau menemui beragam kendala di lapangan. Misalnya saja jadwal yang padat membuatnya harus mampu membagi waktu dengan tepat. Untuk menyiasati hal tersebut, Indati membagi waktu malamnya untuk mengerjakan disertasi, siang mengajar, dan tetap memberikan waktu ekstra untuk mempersiapkan diri untuk untuk memberikan layanan konseling. Ia juga menyempatkan untuk tetap belajar di sela kesibukan tersebut. Upaya yang ia lakukan bukan hanya membagi waktu, ia juga tidak melupakan campur tangan Tuhan melalui ibadah dan doa dalam setiap kegiatan yang ia lakukan.

Tingginya jam terbang beliau dan keberhasilan yang didapatkannya setelah melalui beragam rintangan, membuatnya merasakan kepuasan hidup. Dengan beragam pengalaman yang sudah dirasakan, ia berpesan agar kita dapat menjalani hidup tanpa ngoyo dan selalu memasrahkan hal yang sudah di luar kuasa kita kepada Tuhan. Namun demikian, kita harus tetap bergerak, karena kehidupan kita harus tetap bergulir. Pesan yang disampaikan beliau ini dapat diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya pendidikan, karier, maupun hal umum lainnya. (Anjuni)