Ary Baktiar: Seorang Psikolog yang Mengarungi Dunia Kemiliteran

Menjadi seorang prajurit yang mengabdikan dirinya kepada negara memberikan Ary Baktiar banyak kesempatan untuk menerapkan ilmu yang didapatkan selama dibangku kuliah. Beragam tugas sudah pernah ia lalui sejak awal ia berkarier di TNI AL hingga saat ini. Tidak hanya berkaitan dengan dunia dunia militer, Ary juga terlibat dalam misi kemanusiaan seperti penanganan korban bencana alam hingga turut dalam observasi WNI yang terpapar virus korona.

Ary baktiar merupakan salah satu alumni dengan segudang kisah menarik sejak menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada hingga kini ia sudah mapan dengan kariernya. Alumni yang pernah menjabat sebagai Ketua Palapsi ini menceritakan dinamika yang terjadi ketika ia harus menjadi seorang mahasiswa dengan prestasi yang baik sekaligus aktif di Palapsi. Meskipun sempat mengalami kendala yang menghambat kegiatan perkuliahan, Ary dapat membuktikan bahwa ia mampu menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Tidak berhenti pada capaian tersebut, alumni yang berasal dari Aceh ini bahkan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Magister Profesi Psikologi di Universitas Airlangga menggunakan Beasiswa TNI jalur perwira.

Mendengar kabar seorang lulusan psikologi melanjutkan karier di bidang militer mungkin masih kurang familiar untuk beberapa mahasiswa Psikologi maupun masyarakat pada umumnya. Akan tetapi tidak untuk Ary yang sejak SMA sudah mengenal lingkungan juga aktivitas TNI. Kehidupan SMA yang sudah dekat dengan profesi tentara juga dukungan dari beragam pengalaman semasa pendidikan sarjana membuat Ary semakin terasah secara fisik maupun kemampuan lain seperti inisiatif dan adaptasi. Kemampuan untuk beradaptasi yang baik sama-sama diperlukan baik ketika ia menjadi seorang psikolog maupun seorang prajurit. Dengan demikian, Ary tidak merasakan adanya kendala yang berarti dalam menjalankan dua peran tersebut dalam waktu yang bersamaan.

Selama berkarier di TNI Angkatan Laut, Ary mendapatkan beragam pengalaman tersendiri yang membekas untuknya. Berbagai pengalaman tersebut masih berkaitan dengan kariernya sebagai seorang abdi negara. Ary mengatakan bahwa penerapan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan tes tulis sangat berguna untuk mendapatkan data atau informasi tertentu yang mungkin akan sulit didapatkan dengan metode lain. Bukan hanya itu, sebagai seorang psikolog dan juga perwira, ia beberapa kali terlibat dalam penugasan yang membutuhkan dua keahlian tersebut dalam waktu yang sama. Sebagai psikolog yang bertugas di Dinas Psikologi Angkatan Laut ia juga pernah mendapatkan kesempatan lain yang tidak kalah menarik untuk menerapkan ilmu yang selama ini didapatkan di dunia perkuliahan. Beberapa pekerjaan tersebut seperti pengadaan, pembinaan, dan pengembangan prajurit TNI serta tugas-tugas khusus lain yang tidak dapat diceritakan.

Selain memiliki banyak pengalaman yang sangat kental dengan dunia militer, Ary juga memiliki banyak pengalaman yang sesuai dengan latar belakang pendidikan klinisnya. Ia berkesempatan untuk melakukan beberapa kegiatan pengabdian kepada masyarakat umum yang erat kaitannya dengan dunia psikologi. Beberapa kegiatan tersebut seperti turut serta dalam pelayanan bagi masyarakat di daerah bencana alam seperti banjir, gempa Lombok dan Palu. Selain bergabung di daerah bencana, ia juga sempat ditugaskan untuk menangani beberapa kejadian kemanusiaan khusus seperti observasi WNI yang terpapar virus korona di Natuna, penjemputan WNI yang sebelumnya ikut di observasi karena wabah korona di Kapal World Dream Cruise & Diamond Princess serta beberapa kasus kemanusiaan lain. Tidak hanya melakukan intervensi kepada masyarakat, ia juga berkesempatan untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat umum dalam bentuk penelitian spesifik di berbagai daerah terluar Indonesia, termasuk daerah perbatasan negara.

Alumni yang memegang teguh dua prinsip hidup “prajurit pun manusia” serta “cogito ergossum (saya berpikir maka saya ada) kemudian menterjemahkannya menjadi “hanya ikan yang mati yang mengikuti arus” ini memberikan beberapa saran bagi para mahasiswa maupun alumni muda lain. Beberapa diantaranya yakni “jangan cepat ingin merasa nyaman dan jangan mudah merasa puas” dalam menjalani kehidupan ini. Hal ini rupanya juga diterapkan oleh Ary, yang masih memiliki beberapa harapan lain yang ingin dicapai setelah berbagai pencapaian dalam kariernya selama ini. Salah satu impiannya yakni ingin menspesifikasikan dinamika psikologi prajurit sebagai manusia dalam situasi, kondisi maupun risiko khusus yang pastinya berbeda dari masyarakat umum. (Anjuni)