Sudah selayaknya setiap orang mengejar mimpi dan cita-cita yang dimiliki. Sama halnya dengan Helmi Pamungkas, seorang alumni Fakultas Psikologi angkatan 2002, yang selalu berusaha untuk mencapai hal yang dicita-citakannya. Namun demikian, terkadang takdir membawa manusia berjalan diluar jalur yang sudah direncanakan dan tidak pernah terbayangkan. Alumni yang kerap disapa Helmi ini, mengawali jenjang pendidikan psikologi secara tidak sengaja di mana jurusan tersebut disarankan oleh temannya ketika ia bingung menentukan pilihan ketiga tes masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Pilihan pertama dan kedua adalah kedokteran karena memang keinginannya saat itu menjadi dokter. Dengan berbekal keyakinan dan ketekunan, perjalanan yang diawali dengan ketidaksengajaan ini berakhir dengan hal yang memuaskan yakni lulus sebagai seorang sarjana psikologi dengan status cumlaude. Bukan hanya itu, kemauan yang tinggi untuk selalu menikmati proses pendidikan sarjana dan meningkatkan kemampuan lainnya menghantarkan Helmi untuk mendapatkan beasiswa Tentara Nasional Indonesia (TNI) di penghujung masa studi sarjana. Ia mengatakan keinginan jadi TNI baru muncul setelah membaca poster Beasiswa TNI di Mading Fakultas, profesi yang jauh dari bayangannya ketika lulus sarjana yaitu menjadi Human Resource (HR) di perusahaan.
Beasiswa TNI yang ia dapatkan memberikan peluang karier yang luas terutama dengan bergabung sebagai perwira di TNI Angkatan Darat (AD) juga sebagai insan psikologi di Dinas Psikologi Angkatan Darat (Dispsiad). Kesempatan yang datang dan pengalaman yang ia miliki mengenai keyakinan dan ketekunan mengajarkannya untuk menjalani ketentuan takdir tersebut. Menjalani kariernya saat ini bukan menghentikan pendidikannya, tetapi kian memupuk ketertarikan Helmi di dunia pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan TNI selalu membuka kesempatan dan mendukung anggotanya untuk mengembangkan diri terutama melalui pendidikan lanjutan. Kesempatan tersebut juga dirasakan oleh Helmi hingga ia berhasil mendapatkan beasiswa Kemhan dan menamatkan pendidikan Magister Profesi Psikologi Industri dan Organisasi di Universitas Indonesia dengan predikat cumlaude. Selain itu, Dispsiad juga memberikan kesempatan kepada Helmi untuk menerapkan banyak ilmu psikologi dalam tugas yang beragam. Misalnya saja menerapkan ilmu-ilmu psikologi dalam kegiatan penyiapan, pengembangan, pemeliharaan, dan perawatan SDM di lingkungan TNI AD. Di luar tugas-tugas tersebut, Helmi bersama Dispsiad juga berkesempatan untuk melakukan asesmen psikologi, pelatihan, dan penelitian bekerja sama dengan berbagai instansi, organisasi dan universitas di luar TNI AD. Beberapa pengalaman unik yang juga ia alami sebagai seorang psikolog di dunia militer, yakni mengikuti penugasan-penugasan ke berbagai kegiatan baik di dalam maupun luar negeri.
Meskipun kini Helmi berprofesi sebagai seorang psikolog di dunia militer, jiwa ilmuwan dan psikolog yang ada dalam dirinya masih hidup dan terus bertumbuh. Hal ini terlihat dari beragam kegiatan yang dilakukannya bersama tim untuk melakukan beragam penelitian, misi kemanusiaan, hingga mengikuti beragam konferensi untuk mempublikasikan temuannya, seperti mengikuti International Military Testing Association (IMTA) yang dilakukan di Kanada pada tahun 2018. Pada kesempatan tersebut, ia berhasil mempublikasikan temuannya mengenai peningkatkan work engagement melalui kualitas hubungan atasan-bawahan dan modal psikologis yang selanjutnya dipublikasikan melalui Canadian Defence Academy Press.
Meskipun banyak pengalaman menyenangkan telah didapatkan, sama seperti profesi lain yang juga menghadapi kendala. Helmi sebagi seorang prajurit dan psikolog sempat mengalami sendiri beragam kendala lapangan yang berkaitan dengan profesinya. Beberapa kendala yang ditemui banyak yang berkaitan dengan kondisi psikologisnya maupun prajurit lain, seperti kebosanan, stres, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi kendala tersebut saat sedang dalam penugasan, ia mengembalikan dirinya pada keyakinan bahwa menjadi TNI adalah sudah pilihan hidupnya sehingga loyalitas terhadap negara dan perintah atasan bukanlah beban, tetapi amanah yang harus dijalankan. Selain itu, kekhasan TNI adalah kebersamaan dan jiwa korsa, hal tersebut melahirkan social support yang menguatkan mental prajurit dalam menghadapi berbagai tantangan tugas. Apabila ia merasakan emosi negatif, biasanya ia membandingkan bahwa ada orang lain yang lebih sulit dari pada yang dialami dirinya saat itu. Pengalaman berharga dialaminya pada saat menjadi Perwira Psikologi Pasukan Perdamaian PBB (Satgas Kontingen Garuda XXXV-A/UNAMID) di Darfur, Sudan. Segala macam stres, kendala dan hambatan yang dialami prajurit selama bertugas ternyata tidak seberapa dibandingkan keadaan masyarakat yang menjadi korban konflik. Ternyata bersyukur (gratitude) adalah modal psikologis yang dapat membuat seseorang memiliki ketabahan, resiliensi dan optimisme di berbagai penugasan.
Kendala yang ia rasakan tidak hanya terjadi ketika di lapangan. Pada awal kariernya ia juga sempat menghadapi kendala terkait dengan peran ganda antara perwira dan psikolog. Kendala yang dirasa berupa kesulitan untuk menyesuaikan perannya sebagai psikolog maupun perwira. Akan tetapi seiring berjalannya waktu ia dapat menyesuaikan dengan peran yang ia emban dan belajar nilai-nilai kepemimpinan di TNI dengan menerapkan motto “Untuk menjadi seorang perwira (pemimpin) yang berhasil tidak harus menempatkan dirinya sebagai seorang komandan, tetapi juga sebagai seorang ayah, guru, pelatih dan teman bagi para prajuritnya”. Hal tersebut membuat dirinya menerapkan beberapa prinsip ilmu psikologi untuk dapat bermain peran sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Melalui kisah perjalanan Helmi, dapat kita ketahui bahwa menikmati takdir terkadang memberikan kejutan dan warna baru dalam hidup kita. Menikmati challenge yang diberikan oleh takdir, berfikir positif dan tidak terlalu idealis membuat kita jauh dari rasa tertekan maupun stres yang berlebih ketika takdir tidak sesuai rencana. Berdasarkan pengalamannya, ia berpesan kepada kita agar tidak takut untuk menjadi berbeda karena menjalani takdir yang ada. Karena selama seseorang mampu menyeimbangkan challenge dengan skills yang dimiliki, maka yakinlah ia akan senantiasa mampu mengalir dan menikmati proses (flow) dan menemukan keberhasilan di mana saja takdir membawamu. (Anjuni)