Pandemi CORONA Virus Disease 2019 (COVID-19) membawa dampak yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik mereka yang berada di garda depan maupun masyarakat pada umumnya. Terhitung sejak akhir bulan Maret 2020 lalu, berbagai instansi memberlakukan kebijakan Work from Home (WfH) maupun School from Home (SfH). Langkah ini diambil sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penyebaran COVID-19 di tengah masyarakat. Salah satu alumni yang ikut menjalani WfH ini adalah Novita Dewi Anjarsari. Alumni yang kini bekerja sebagai Staf Tenaga Kependidikan (Tendik) sekaligus Psikolog di Unit Konsultasi Psikologi (UKP) Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada (UGM), bercerita bagaimana bertahan agar tetap produktif dan kreatif selama WfH.
Alumni yang biasa disapa Anjar ini memang sudah aktif sejak masa pendidikan di tingkat Sarjananya, baik kegiatan di lingkungan kampus yang menunjang perkuliahan dan peningkatan soft skill maupun ragam aktivitas di luar kampus yang mampu memperluas jejaring serta pengalamannya. Beberapa kegiatan yang ia ikuti seperti bekerja part-time, menjadi asisten HIMPSI DIY, asisten UKP hingga mengikuti beragam konferensi internasional di dalam maupun di luar negeri. Pribadinya yang aktif dalam mengembangkan diri ini terbawa hingga ia memasuki dunia kerja di UKP Fakultas Psikologi UGM. Sejak masih kuliah, ia berprinsip “bekerja itu bukan sekadar mencari uang, tetapi juga untuk menyalurkan hobi dan minat, sehingga semakin bisa menikmati pekerjaan saat ini, sesulit apapun tantangan yang dihadapi.”
Adaptasi yang cepat terhadap perubahan dan perlunya berdamai dengan ketidakpastian terhadap kondisi juga dirasakan oleh Anjar. Kebijakan WfH menuntutnya harus tetap aktif bekerja dengan menyesuaikan pada pola kerja yang benar-benar baru. Dalam istilahnya, semua kegiatan di-online-kan, sehingga otomatis tata laksana di setiap kegiatan pun menjadi berubah. Anjar tidak menampik bahwa ia sempat mengalami stres akibat perubahan-perubahan di masa pandemi ini. Pertama, kerja secara daring otomatis mendorongnya untuk beradaptasi secepat mungkin agar lebih mahir dalam menggunakan berbagai perangkat maupun ragam aplikasi pendukung serta mempelajari protokol/cara kerja online yang tepat sasaran dan sesuai dengan gaya kerjanya. Belum lagi, ia juga perlu setting mood dan membangun suasana nyaman selama WfH. Hal ini mampu ia hadapi dengan tetap memegang prinsip bahwa hidup itu sebuah perjalanan yang menjadikan seseorang bertumbuh menjadi lebih baik. Hidup ini tentang bagaimana menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan tantangan akan perubahan dan ketidakpastian. Terus belajar, bertahan, dan berpikir kreatif-inovatif, meski jalanan mendaki ataupun terasa curam adalah hal yang perlu dilakukan setiap harinya. Yang terpenting adalah menyelesaikan apa yang sudah mulai dengan usaha terbaik.
Sebagai individu yang terbiasa berinteraksi dengan banyak orang, Anjar juga sempat merasa bosan dan cepat lelah karena harus bekerja sendirian di rumah. Terlebih, berinteraksi dengan orang lain mampu membantunya recharge energi, merilis emosi, dan berpikir lebih solutif di tengah aktivitasnya yang padat. Oleh karena itu, ia menggunakan waktu jeda kerjanya untuk menjalin interaksi dengan orang lain baik melalui telepon atau video call. Tak jarang, ia yang memulai untuk menyapa, menanyakan kabar sanak famili dan teman-temannya. Pada akhir pekan, ia juga lebih banyak berinteraksi dengan orang lain secara daring tanpa membahas perihal pekerjaan. Disamping memastikan keterhubungannya dengan keluarga maupun teman-temannya, Anjar juga mengisi jeda kerja dengan berbagai aktivitas pengembangan diri, seperti mengikuti pelatihan secara online, membuka forum diskusi/rapat secara online yang membahas tentang refleksi profesi/cara meningkatkan skill/sharing praktik agar bisa di-monitoring oleh psikolog senior. Ia juga bekerja sama dengan rekan sejawat lainnya untuk berbagi melalui fitur Live Instagram.
Bagi rekan-rekan semua, Anjar juga membagikan kiat-kiat untuk menjalani WfH maupun SfH di saat pandemi COVID-19 seperti saat ini. Beberapa saran tersebut yakni,
- Rajin berjemur, jaga kesehatan, pola makan, dan pola tidur.
- Batasi dan saring informasi mengingat banjirnya informasi terkait pemberitaan COVID-19 dapat menimbulkan kecemasan.
- Mulai memfokuskan pada hal-hal sederhana yang bisa memunculkan kebahagiaan dengan cara yang sederhana namun Misalnya dengan melihat foto kenangan/gambar yang menenangkan, menikmati aroma therapy, mendengarkan podcast atau lagu yang membuat semangat, mandi dengan air hangat dan menggunakan sabun beraroma, menikmati teh hangat, dsb. Jika merasa lelah, jenuh, atau bosan, rehat sejenak.
- Berlatih untuk menerima perubahan saat ini sebagai proses yang harus dijalani. Ketidakpastian bisa dijadikan sebagai tantangan yang perlu dihadapi. Kita dapat bertahan dengan menemukan akivitas baru yang selama ini ingin dicoba namun belum dilakukan, seperti mencoba resep baru, membaca buku, dsb. Tentu sesuai dengan minat kita masing-masing.
- Memberikan perhatian dan waktu bagi orang terdekat untuk menjaga keharmonisan hubungan. Bagi yang sudah menikah, tentunya butuh cara untuk mengatur waktu berinteraksi dengan pasangan dan anak-anak. Inilah pentingnya memiliki ruang kerja sendiri serta membuat batasan yang jelas mengenai jam kerja dengan waktu untuk beraktivitas di rumah. Selanjutnya, memberi pengertian kepada mereka tentang jadwal selama WfH dan disiplin untuk menaatinya agar anggota keluarga pun tetap merasa diprioritaskan.
- Jika berbincang dengan orang lain mampu meringankan beban (sebagai media katarsis/rilis emosi), hal ini tentunya juga penting untuk dilakukan. Kita bisa membuat janji dan menyediakan waktu untuk sekadar bertukar kabar atau sharing tentang berbagai hal melalui telepon/video call.
- Menjaga kedekatan dengan Tuhan dengan cara mendoakan diri dengan “harapan terbaik” setiap kali selesai refleksi/ibadah di malam hari. Hal ini penting karena sekeras apapun kita berupaya, ada hal-hal yang hanya Tuhan-lah yang bisa menentukannya. Tugas kita adalah mengupayakan dengan usaha terbaik kemudian serahkan sisanya kepada Tuhan. (Anjuni)