Ajeng Septiana Widianingrum merupakan salah satu alumni Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berkarier di bidang Human Resource (HR). Alumni yang kerap disapa Ajeng ini membagikan pengalaman kerja dibidang HR di sebuah organisasi social, khususnya di bidang community development. Pada artikel-artikel terdahulu memang telah banyak dibahas beragam alumni dengan pekerjaan di bidang HR maupun humanitarian, tetapi belum ada artikel yang membahas karier HR di dalam sebuah organisasi sosial. Dengan demikian, kisah perjalanan karier Ajeng sangat menarik untuk kita bahas pada artikel profil alumni karena memberikan contoh kepada kita mengenai area kerja HR yang luas, salah satunya di organisasi sosial.
Sebelum menjalani kariernya di dunia sosial, alumni yang memiliki beragam pengalaman di dunia rekrutmen ini sempat bergabung dengan salah satu perusahaan di sektor privat. Alumni yang dahulunya bergabung dengan Keluarga Rapat Sebuah Teater (KRST) ini memilih untuk keluar dari sebuah perusahaan multinasional dan mengikuti kegiatan sosial. Kegiatan sosial tersebut adalah Indonesia Mengajar, yang mana ia bergabung sebagai Pengajar Muda dengan penempatan di Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Bergabung dengan kegiatan tersebut rupanya memberikan perspektif baru bagi Ajeng dalam melihat makna kehidupan, yakni hidup akan lebih bermakna ketika hal yang kita lakukan membawa manfaat bagi masyarakat. Bukan hanya itu, pengalaman yang ia dapatkan selama menjadi pengajar di area 3T menjadi titik balik kehidupan terutama dalam mencari pekerjaan.
Setelah ia menyelesaikan masa tugas sebagai Pengajar Muda di Indonesia Mengajar, ia memiliki keyakinan akan 3 hal yang perlu dipegang dalam mencari pekerjaan yakni pekerjaan tersebut harus dapat mengembangkan intelektualitas, memberikan kestabilan finansial serta tetap memberikan dampak positif bagi masyarakat. Bukan hanya itu, ia mulai mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya dan juga tetap memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dengan demikian ia memilih untuk berkarier sebagai HR di organisasi sosial. Sebuah area kerja yang tetap memberinya kesempatan untuk dapat berkontribusi, meskipun tidak turun dan bersentuhan secara tidak langsung dengan masyarakat. Kontribusi tersebut diberikan melalui pemilihan, pendampingan, pelatihan, hingga pengembangan kapasitas para relawan atau fasilitator lapangan yang akan turun langsung di tengah masyarakat.
Bekerja sebagai staf Human Resource di organisasi sosial memang tidak berbeda jauh dengan pekerjaannya terdahulu di perusahaan. Ajeng menjelaskan bahwa pada dasarnya area Human Resource itu masih cenderung sama, yakni menjalankan fungsi perekrutan, seleksi, pengembangan resource, dan branding organisasi. Perbedaan yang mendasar tetap terlihat di antara kedua organisasi tersebut. Perbedaan yang ada berupa nilai dan tujuan organisasi, serta individu atau kelompok yang menjadi sasaran perekrutan, sistem perekrutan hingga pengembangan anggota. Menurutnya, pada organisasi sosial, kelompok yang menjadi sasaran untuk perekrutan adalah kelompok-kelompok yang di dalamnya banyak atau bahkan khusus relawan. Strategi perekrutannya juga berbeda dari perekrutan pada umumnya, misalnya tidak membuat pengumuman lowongan di situs-situs umum pencari kerja daring, akan tetapi melalui kanal-kanal komunitas pekerja social dan situs pencari kerja khusus pekerja sosial, serta melakukan sistem asesmen langsung. Ia kini juga sedang mengembangkan talent pool khusus untuk pekerja sosial. Dengan demikian, organisasi mendapatkan individu yang sesuai dengan keperluan dan mendukung program-program pengembangan masyarakat yang akan dilakukan. Bukan hanya itu, sebagai orang yang berkarier sebagai HR di organisasi sosial, ia juga bertugas untuk melakukan manajemen relawan yang biasanya bekerja sama dengan organisasi maupun relawan-relawan lain. Meskipun demikian, pekerjaan yang ia lakukan tidak hanya berfokus pada pengembangan individu maupun resource yang dimiliki organisasinya. Ajeng menyebutkan bahwa hal lain yang ia kerjakan pada kariernya saat ini adalah mencari strategi yang tepat agar masyarakat umum maupun instansi-instansi lain mau membuka mata mengenai isu-isu kemanusiaan yang diangkat oleh organisasinya.
Menjalani pekerjaan yang Ia sukai bukan berarti Ajeng tidak menemui kendala dalam menjalaninya, terlebih di tengah pandemi Covid-19. Seperti para pekerja pada umumnya, berkatian dengan himbauan untuk bekerja dari rumah dan melakukan physical distancing, membuat Ajeng beserta tim harus kritis dan kreatif untuk menemukan cara yang tepat agar pekerjaan mereka tetap berjalan. Beberapa inovasi telah diterapkan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, misalnya saja mengubah sistem rekrutmen yang bisanya menerapkan Direct Assessment harus dimediasi teknologi. Namun tidak semua kegiatan dapat dilakukan secara efektif melalui media teknologi, seperti pelatihan intensif bagi relawan yang akan diterjunkan ke lapangan beberapa waktu ke depan yang belum tahu apakah efek pelatihan daring akan memberikan hasil yang sama dengan pelatihan tatap muka langsung.
Berdasarkan pengalamannya, Ajeng memberikan saran kepada kita untuk merefleksikan minat kita. Dengan merefleksi dan mendalami minat tersebut kita menjadi lebih tahu dan mendapatkan lebih banyak exposure terkait bidang yang kita sukai. Dengan demikian, kita tidak ragu-ragu dengan hal maupun bidang yang diminati. Selain itu, dengan mendalami minat yang dimiki dapat membukan kesempatan kita untuk medapatkan lebih banyak pengalaman yang sesuai dengan minat kita tersebut. (Anjuni)