Noor Alifa Ardianingrum: Mendobrak “Linearitas” Alumni Psikologi Melalui Kajian Transdisipliner

Noor Alifa Ardianingrum (kanan), alumni S1 Fakultas Psikologi UGM yang bekerja di UNFAO (sumber: Instagram)

Seorang mahasiswa psikologi tidak boleh membatasi diri dari mengejar bidang ilmu dan karir apapun yang menjadi passion-nya. Setidaknya hal inilah yang diyakini oleh Noor Alifa Ardianingrum, alumnus S1 Fakultas Psikologi UGM angkatan 2004. Minatnya yang besar di bidang lingkungan, serta semangatnya untuk berkontribusi pada masyarakat secara global mengantarkannya pada pekerjaannya saat ini sebagai international civil servant di Food and Agriculture Organization of the United Nations (UNFAO). UNFAO merupakan sebuah badan spesial Perserikatan Bangsa-Bangsa (specialized agency of the United Nations) dalam bidang pangan yang bermarkas di kota Roma, Italia. Alifa, sebagaimana ia akrab disapa, membagikan perjalanan karirnya sebagai seorang alumnus Fakultas Psikologi.

Memasuki jurusan psikologi bukan hal pertama dalam pikiran Alifa, meskipun ia sedikit banyak tertarik dengan ilmu tersebut karena koneksinya dengan ilmu filsafat yang digemarinya saat SMA. Namun siapa sangka, ternyata Fakultas Psikologi menjadi tempat bagi Alifa untuk berkembang dan berprestasi.  Selama kuliah, Alifa tertarik dan mendalami bidang psikologi sosial, yang menjadi pondasinya untuk berkecimpung dalam edukasi komunitas. Ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan kampus, seperti menjadi pimpinan redaksi Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM) Psikomedia, dan editor di BPPM Balairung. Selain itu, ia juga aktif melakukan penelitian melalui Program Kreativitas Mahasiswa – Penelitian (PKM-P) DIKTI, serta menerima beberapa skema beasiswa lain, di antaranya adalah beasiswa Tanoto serta The Indonesia English Language Study Program (IELSP). Lewat beasiswa IELSP, Alifa berkesempatan untuk belajar di Oregon State University, Amerika Serikat, selama dua bulan.

Perjalanannya di bidang lingkungan

Perjalanan Alifa di bidang lingkungan dan edukasi komunitas merupakan proses gradual yang pada awalnya bahkan tidak disadari. Selama kuliah, ia kerap mengikuti kegiatan riset pada masyarakat yang diadakan Pecinta Alam Psikologi (PALAPSI) UGM. Pada tahun 2008, mengikuti tekadnya untuk tidak bekerja di sektor swasta, ia bekerja di Arbeiter-Samariter-Bund (ASB)—sebuah lembaga swadaya masyarakat berskala internasional—sebagai project officer dan trainer. Fokus utama pekerjaannya adalah melakukan edukasi pengurangan risiko bencana bagi masyarakat, khususnya anak-anak berkebutuhan khusus.

Namun, titik balik kecimpungnya di bidang lingkungan adalah pada tahun 2012, ketika ia menerima beasiswa Australia Awards (AAS) untuk menempuh jenjang pendidikan magister (S2). Melalui pertimbangan yang cukup panjang, ia memutuskan untuk mengambil program Master of Environment di The University of Melbourne. Menempuh S2 di bidang lingkungan membuka matanya akan sudut pandang keilmuan yang berbeda. Alifa bersyukur program magister yang diambilnya serta skema beasiswa AAS sangat mengakomodasi interdisiplinaritas antara ilmu lingkungan dengan ilmu lainnya, serta memberikan fleksibilitas untuk mengembangkan studi sesuai minat yang dimiliki. Sedikit banyak ia juga menemukan relasi antara psikologi dengan studi lingkungan yang ditekuninya, terutama di bidang environmental and social impact assessment yang menjadi ketertarikannya.

Lulus S2 di akhir 2014, Alifa bekerja untuk The Forest Trust (TFT-sekarang Earthworm Foundation), organisasi yang memiliki misi sebagai katalisator perubahan model bisnis menjadi lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab. Berkontribusi sebagai seorang Social Specialist, Alifa memastikan dalam keseluruhan rantai industri, perusahaan melakukan kewajibannya, memenuhi hak pekerjanya, masyarakat lokal, dan juga memperhatikan dampak lingkungan. Selain itu, ia juga terlibat dalam inisiasi pelatihan untuk mendorong pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan serta kolaboratif untuk semua pemangku kepentingan. Selang dua tahun kemudian, informasi dari seorang dosen S2 mendorongnya untuk mendaftar seleksi program Junior Professional Officer (JPO) di UNFAO, dan ia diterima. Saat ini Alifa tinggal di Roma dan bekerja sebagai Communications Officer, di mana ia terlibat dalam manajemen pengetahuan, pengelolaan serta diseminasi informasi terkait hasil riset, kebijakan, serta publikasi lainnya secara global.

Memperluas perspektif melalui kajian transdisipliner

Minat utama Alifa adalah isu lingkungan, termasuk manajemen kehutanan, risiko bencana, perubahan iklim, pangan, dan keberlanjutan lingkungan (sustainability). Bagi sebagian orang, bidang-bidang tersebut mungkin terlihat tidak berkaitan dengan latar belakangnya sebagai alumnus psikologi. Namun bagi Alifa, lewat bidang inilah ia dapat mengabdikan ilmu psikologi yang ia telah pelajari pada masyarakat. Justru, menggunakan perspektifnya sebagai alumnus psikologi, Alifa mampu melihat landasan psikologi dari berbagai aspek dan tantangan yang dihadapi dalam pekerjaannya, khususnya ketika bersentuhan dengan masyarakat. Sebagai contoh, pengetahuannya tentang risk perception menunjang pekerjaannya di bidang mitigasi risiko bencana dan manajemen lingkungan.

Meskipun demikian, Alifa sendiri berpendapat bahwa penting bagi mahasiswa psikologi untuk tidak membatasi diri pada lingkup keilmuan jurusan mereka, dan bergerak melakukan kajian yang bersifat interdisipliner. Ia mengibaratkan ilmu yang ia pelajari di Fakultas Psikologi sebagai “rumah”. Sebagaimana seseorang tidak bisa hidup di dalam satu rumah seumur hidupnya, kita perlu memperluas wawasan untuk menghadapi perkembangan dunia dan problem sosial yang semakin kompleks. Pemahaman yang lebih luas dan gagasan solusi yang lebih bernas justru datang dari persilangan dan kolaborasi beragam disiplin. Prinsip inilah yang mengiringi Alifa berperan aktif dalam isu-isu lingkungan, tanpa melupakan dasar-dasar ilmu psikologi yang telah ia pelajari.

Pada akhirnya, menurut Alifa, seorang alumnus psikologi tidak terbatas untuk mengikuti “linearitas” keilmuan dari jurusannya. Hal ini tidak terlepas dari passion dan kemampuan individu tersebut. Seorang alumnus psikologi dapat memilih untuk bekerja sebagai praktisi psikologi, akademisi, atau bahkan “banting setir” mengejar ranah ilmu atau karir yang berbeda—mengingat psikologi merupakan ilmu  terapan yang sangat aplikatif untuk berbagai bidang, selama bidang tersebut melibatkan manusia.

Penutup

Karir yang Alifa miliki sekarang bukanlah tujuan akhir dari perjalanannya. Aktivitas belajar dan meneliti selalu menyenangkan baginya, sehingga di masa depan ia berencana mengambil pendidikan doktoral yang dapat merangkum pengalaman hidup, belajar, karir, dan juga passion-nya dalam bidang ilmu psikologi, manajemen lingkungan, dan isu pangan. Ia juga bermimpi suatu saat nanti akan kembali ke Indonesia untuk menjadi seorang praktisi, peneliti, atau dosen—serta berkontribusi di sektor pertanian berkelanjutan.

Alifa menganggap pekerjaannya di UNFAO sebagai suatu kehormatan besar. Ia juga mendorong mahasiswa dan alumni psikologi untuk berkontribusi di PBB ataupun organisasi multinasional lainnya. Tidak hanya international exposure, pengalaman dan wawasan yang didapat juga begitu kaya. Terdapat peluang yang besar untuk memperolehnya, namun perlu diawali mencari informasi secara aktif dari berbagai kanal yang tersedia serta mempersiapkan diri sejak dini—mengingat seleksinya sangat kompetitif.

Terakhir dan terpenting, Alifa berpesan untuk selalu mengejar jalan studi dan karir yang sesuai dengan minat dan tujuan hidup. Untuk melakukan hal tersebut, penting untuk tidak membatasi pola pikir dan mencari kesempatan untuk memperluas perspektif yang dimiliki. Pelajari hal baru, serta selalu aktif mencari peluang pengembangan diri sehingga dapat mencapai tujuan kebermanfaatan yang diinginkan. Jangan lupa pula untuk senantiasa berbahagia menjalani prosesnya.(Royyan)