Octavery Kamil: Membuka Mata Memperluas Dunia, Hingga Menjadi Berkat Untuk Mereka yang Dipandang Sebelah Mata

Octavery Kamil merupakan salah satu alumni yang lulus pada tahun 1996. Alumni yang tergabung dalam Palapsi ini, kini menjabat sebagai research coordinator di Pusat Penelitian HIV/AIDS Universitas Atma Jaya Jakarta. Berbagai kisah menarik mewarnai perjalanannya selama masa perkuliahan hingga saat ini.

Mempelajari ilmu psikologi merupakan sesuatu hal yang sangat menyenangkan dan memperluas pandangan Octavery terhadap dunia. Menghabiskan beberapa semester sebagai anggota Palapsi memberikan pengalaman tersendiri untuknya. Di akhir masa perkuliahan ia bergabung menjadi relawan di Sahabat Remaja (Sahaja) Jogja dan Lentera. Kedua kegiatan ini membuat Octavery tertarik mengenai dunia sosial, terutama berkaitan dengan kelompok-kelompok marginal maupun rentan misalnya gay, PSK, hingga waria. Berbagai program dan kegiatan yang membuatnya terjun langsung ke lapangan memberikan banyak pelajar berharga yang membuatnya berkembang, terutama dalam menginternalisasi pemahaman akan individual differences. Everyone is unique.

Mengawali karier jauh sebelum menamatkan pendidikan S1 memberikan warna tersendiri bagi kehidupan Octavery. Alumni lulusan 1996 ini pernah berkelana di Amerika Serikat selama tiga tahun setelah lulus, kemudian sempat bergabung dengan UNHCR di Kupang – Atambua. Setelah itu bekerja dengan FHI (Family Health International) di Jakarta. FHI merupakan sebuah International Non Governmental Organization yang mengelola program penanggulangan HIV/AIDS yang berasal dari Amerika Serikat. Melalui organisasi ini ketertarikannya mengenai isu HIV/AIDS semakin berkembang. Di organisasi tersebut ia menjabat sebagai Chief of IDU Intervention Unit atau dikenal juga sebagai Unit Harm Reduction. Unit tersebut melakukan mendukung kerja-kerja LSM untuk mengurangi risiko menyebaran HIV pada pengguna narkoba suntik (penasun). Melalui unit ini, Octavery dan tim memberikan pelatihan hingga pendanaan kepada beragam LSM sebagai perantara untuk membantu program mereka. Program yang dilakukan meliputi pendidikan tentang kesehatan dan mengurangi risiko akibat penggunaan alat suntik, memberikan alat suntik steril untuk mengurangi risiko penularan HIV/AIDS, konseling adiksi dan layanan lainnya untuk kalangan penasun.

Melakukan pekerjaan yang sarat akan kontroversi di tengah masyarakat tidak membuatnya gamang dalam menjalankan kariernya. Beberapa pertanyaan sering terlontar terkait pekerjaan yang dilakoninya, salah satu pertanyaan tersebut justru datang dari sang ayah.  Berbekal prinsip bahwa kegiatan ini merupakan langkah nyata untuk berjihad dengan cara mengurangi risiko penularan HIV/AIDS, maka ia tidak tergoyahkan hingga saat ini. Salah satu buah dari ketekunan dan keyakinannya, ia bersama tim IDU Intervention Unit pernah bekerja sama dengan 32 LSM di 14 provinsi di Indonesia untuk memberikan bantuan bagi 36.000 penasun.

Bekerja sebagai praktisi yang sudah malang melintang di bidangnya tidak membuat Octavery merasa puas. Hal ini ditunjukkan ketika ia menerima ajakan Prof. Irwanto, Ph.D. untuk mendirikan Pusat Penelitian HIV/AIDS di Unika Atma Jaya. Haluan yang berubah cukup signifikan membuat alumni yang melanjutkan pendidikan di Magister Manajemen Pembangunan Sosial UI ini merasa lebih bermanfaat karena temuannya dapat memberikan lebih banyak pengaruh positif bagi masyarakat. Tidak berhenti disitu, berkat kinerja yang mumpuni dan networking yang baik, Octavery mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan doktoral Sosiologi di UI menggunakan beasiswa Fogarty dari Amerika Serikat.

Sebagai seseorang yang telah mencicipi asam garam kehidupan, ia membagikan semangat baru bagi kita agar tidak mudah merasa puas dengan pencapaian saat ini. Octavery berpendapat bahwa sebagai mahasiswa tetap boleh melakukan hal-hal menyenangkan, tetapi ketika memasuki tahun terakhir maka fokuslah dengan dunia selanjutnya yang ada di depan mata. Ia juga berpesan jangan lupa untuk memperluas pandangan terhadap dunia dengan cara menginternalisasi pelajaran yang didapatkan selama ini. Selanjutnya ia juga memberikan masukan untuk memikirkan tujuan hidup lima tahun ke depan sehingga kita terpacu untuk terus bergerak untuk mencapainya. Beberapa cara yang bisa dilakukan seperti mencari bantuan, mengembangkan network serta social skill. Berdasarkan pengalaman yang dibagikan Octavery, dapat dilihat bahwa kesempatan untuk mengembangkan diri sebagai mahasiswa maupun alumni psikologi masih terbuka luas. Ilmu yang kita peroleh di Psikologi dapat diterapkan di berbagai sektor meskipun berada di ranah yang berbeda dari biasanya. (Anjuni)